Jupitter Renungan
Hari itu adalah hari yang sibuk di rumah kami di Costa Mesa, California. Namun demikian, dengan 10 orang anak dan satu masih dalam kandungan, setiap hari cukup merepotkan. Namun khususnya pada hari itu, saya mengalami kesulitan bahkan untuk melakukan pekerjaan yang rutin sekali pun semua itu disebabkan oleh seorang anak laki-laki kecil.
Len, yang saat itu baru berumur tiga tahun, selalu membuntuti saya ke mana pun saya pergi. Ketika saya berhenti untuk mengerjakan sesuatu dan berbalik mundur, maka secara tdak sengaja saya akan menginjak kakinya sebab ia berada tepat di belakang saya tanpa sepengetahuan saya. Beberapa kali hal ini terjadi, dan saya dengan sabar selalu menganjurkan aktivitas lain yang tentunya akan lebih menyenangkan untuk dia lakukan. “Tidakkah kamu suka bermain ayunan? saya bertanya lagi.
Tetapi ia hanya memberikan sebuah senyuman yang sangat polos dan berkata, “Oh, tidak apa-apa, Ibu. Saya lebih senang berada di sini bersamamu.” Kemudian dia dengan hati yang riang gembira kembali berlari dan mengikuti saya lagi.
Setelah saya menginjak kakinya untuk yang kelima kalinya, saya mulai menjadi tidak sabar dan mendesaknya untuk pergi ke luar dan bermain dengan anak-anak lainnya. Ketika saya menanyainya mengapa ia berbuat seperti itu terus, ia memandang saya dengan matanya yang hijau indah dan berkata, “Begini, Ibu, di sekolah guru mengajar saya untuk berjalan mengikuti jejak Yesus.
Tetapi saya tidak dapat melihat Dia, jadi saya berjalan mengikuti jejak ibu.”
Saya mendekap Len dalam tangan saya dan memeluknya erat-erat. Air mata kasih dan kerendahan hati mengalir ke luar bersama dengan doa yang saya panjatkan dalam hati saya – sebuah doa syukur untuk hal yang demikian sederhana, suatu harapan indah dari seorang anak laki-laki yang berusia tiga tahun.
(Davida Dalton – Chicken Soup for the Christian Soul)
Sumber :: http://toccatafugue.wordpress.com/2009/10/01/pada-jejak-kaki-ibunya/
jupitter.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar