Kapal Roro Lautan Teduh terbakar di Selat Sunda, Merak, Banten (28/1). ANTARA/Asep Fathulrahman
Jupitter News _ TEMPO Interaktif, Bandar Lampung - Penumpang yang selamat dari Kapal Motor Penumpang (KMP) Laut Teduh II yang terbakar di perairan Selat Sunda kemarin mengaku petugas kapal kebingungan saat menyelamatkan para penumpang.
Penumpang panik berebut pelampung dan sekoci sehingga banyak yang terjun ke laut tanpa alat pelampung. “Penumpang banyak yang tidak kebagian pelampung lalu terjun ke laut. Mereka itulah yang kemudian tewas di laut,” kata Yuditya Wardana penumpang yang terakhir turun dari KMP Laut Teduh II, Sabtu (29/01).
Yuditya menceritakan, KMP Laut Teduh II terbakar sekitar 40 menit dari Pelabuhan Merak Banten menuju Bakauheni Lampung. Saat terjadi kebakaran hebat, dia berada di ruang VIP kapal bersama tiga orang rekannya yang sudah tertidur. “Kami dibangunkan penumpang lain yang mengatakan kapal terbakar dan akan meledak,” kata mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung itu.
Saat keluar dari ruang VIP, dia mendapati kapal sudah dipenuhi asap dan sebagian lantai sudah memerah terpanggang api. Dia berlari kebingungan mencari pelampung. “Saya mendapati pelampung yang sudah berserak karena menjadi rebutan penumpang lain,” ujarnya.
Setelah mengenakan pelampung, Yuditya berlari mencari sekoci dan membantu penumpang lain menaiki sekoci yang masih tergantung di pinggir dinding kapal. Saat belasan penumpang sudah berada di sekoci, kata dia, para penumpang kembali kebingungan karena tidak ada petugas yang menurunkan alat itu ke laut. “Sementara api berkobar tidak jauh dari sekoci yang kami tumpangi. Kami kemudian memutuskan turun dari sekoci yang bergelantungan itu dan kembali berlari ke lantai atas,” ujarnya. “Kaki kami melepuh karena lantai kapal yang sudah memerah terpanggang”.
Belasan penumpang yang masih kebingungan itu kemudian nekat menceburkan diri ke laut. Di antara mereka ada yang membawa anak kecil. “Setelah itu saya ditolong anak buah kapal yang turun dengan sekoci. Saya penumpang terakhir yang turun dari kapal itu,” kata remaja yang berhasil merekam kejadian menegangkan itu dengan kamera telepon genggamnya.
Yuditya mengaku saat itu hendak pulang bersama para aktivis Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Lampung seusai melakukan studi banding ke Jakarta. Mereka menumpang sebuah bus yang juga ikut terbakar. Seluruh rekan dan dosen yang ikut bersama rombongan selamat.
Sementara itu, Almuhrim Sholeh, penumpang KMP Titian Murni yang pertama membantu evakuasi penumpang KMP Laut Teduh II, mengatakan banyak penumpang terseret arus di kegelapan laut. Almuhrim mengaku hanya mendengar teriakan minta tolong dari atas kapal sementara orangnya tidak terlihat. “Tidak ada penanda khusus di pelampung yang mereka kenakan yang membuat orang lain dan regu penyelamat mengetahui keberadaan korban,” katanya.
Penumpang panik berebut pelampung dan sekoci sehingga banyak yang terjun ke laut tanpa alat pelampung. “Penumpang banyak yang tidak kebagian pelampung lalu terjun ke laut. Mereka itulah yang kemudian tewas di laut,” kata Yuditya Wardana penumpang yang terakhir turun dari KMP Laut Teduh II, Sabtu (29/01).
Yuditya menceritakan, KMP Laut Teduh II terbakar sekitar 40 menit dari Pelabuhan Merak Banten menuju Bakauheni Lampung. Saat terjadi kebakaran hebat, dia berada di ruang VIP kapal bersama tiga orang rekannya yang sudah tertidur. “Kami dibangunkan penumpang lain yang mengatakan kapal terbakar dan akan meledak,” kata mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung itu.
Saat keluar dari ruang VIP, dia mendapati kapal sudah dipenuhi asap dan sebagian lantai sudah memerah terpanggang api. Dia berlari kebingungan mencari pelampung. “Saya mendapati pelampung yang sudah berserak karena menjadi rebutan penumpang lain,” ujarnya.
Setelah mengenakan pelampung, Yuditya berlari mencari sekoci dan membantu penumpang lain menaiki sekoci yang masih tergantung di pinggir dinding kapal. Saat belasan penumpang sudah berada di sekoci, kata dia, para penumpang kembali kebingungan karena tidak ada petugas yang menurunkan alat itu ke laut. “Sementara api berkobar tidak jauh dari sekoci yang kami tumpangi. Kami kemudian memutuskan turun dari sekoci yang bergelantungan itu dan kembali berlari ke lantai atas,” ujarnya. “Kaki kami melepuh karena lantai kapal yang sudah memerah terpanggang”.
Belasan penumpang yang masih kebingungan itu kemudian nekat menceburkan diri ke laut. Di antara mereka ada yang membawa anak kecil. “Setelah itu saya ditolong anak buah kapal yang turun dengan sekoci. Saya penumpang terakhir yang turun dari kapal itu,” kata remaja yang berhasil merekam kejadian menegangkan itu dengan kamera telepon genggamnya.
Yuditya mengaku saat itu hendak pulang bersama para aktivis Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Lampung seusai melakukan studi banding ke Jakarta. Mereka menumpang sebuah bus yang juga ikut terbakar. Seluruh rekan dan dosen yang ikut bersama rombongan selamat.
Sementara itu, Almuhrim Sholeh, penumpang KMP Titian Murni yang pertama membantu evakuasi penumpang KMP Laut Teduh II, mengatakan banyak penumpang terseret arus di kegelapan laut. Almuhrim mengaku hanya mendengar teriakan minta tolong dari atas kapal sementara orangnya tidak terlihat. “Tidak ada penanda khusus di pelampung yang mereka kenakan yang membuat orang lain dan regu penyelamat mengetahui keberadaan korban,” katanya.
http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa_lainnya/2011/01/29/brk,20110129-309737,id.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar