Metode penyemain awan dengan teknologi Flare Perak Iodida.
PESAWAT turboprop King Air-200 terbang menggapai awan. Dua sayapnya masing-masing memanggul 12 kembang api. Dalam perutnya terpasang petasan kecil-kecil sebanyak 408 biji. Masing-masing rak memuat 12 tabung kembang api, yang mengandung CaCl2, NaCl, dan inti es (serbuk perak iodida). Serbuk perak iodida (AgI) biasanya digunakan untuk bahan pembuatan film dan kertas foto. Senyawa ini mudah terurai jika kena cahaya, menghasilkan perak yang memberi bayangan pada kertas foto. Satu tabung beratnya satu kilogram. Kemampuannya setara dengan satu ton garam yang lazim digunakan untuk membikin hujan buatan dalam metode konvensional. Sebab CaCl2 memiliki sifat menyerap yang sangat tinggi (ultra-absorbent). Dengan sifat higroskopik yang tinggi itu, kerja CaCl2 lebih efektif. Bahan higroskopik berfungsi mengisap uap air dari atmosfer, hingga membentuk awan dan kemudian membuahkan hujan. Di dalam tabung flare, selain terdapat CaCl2, juga terkandung bahan kimia yang reaktif bila kena panas. Bahan itu mudah terbakar jika tersengat bunga api. Sehingga bahan kondensasi CaCl2 bisa langsung keluar berupa asap dengan kepekatan yang sama dengan cara konvensional. Hanya saja, butiran partikel flare lebih halus dari partikel garam.
Hujan Buatan Konvensional.SELAMA ini, BPPT membikin hujan buatan dengan metode konvensional atau disebut powder. Pesawat CASA NC-212-200 milik BPPT terbang membawa berton-ton garam dapur (NaCl). Beratnya tergantung kebutuhan. Untuk awan tunggal, biasanya dibutuhkan satu ton garam. Begitu sampai di awan yang ditargetkan, kru yang bertugas di atas pesawat segera melepas garam itu keluar dari pesawat. Proses pelepasan untuk satu ton garam biasanya berlangsung sekitar 20 menit. Butiran garam yang masuk awan akan menarik uap air di sekitarnya, sehingga terjadi kondensasi atau pengembunan. Uap air yang telah berubah menjadi air ini akan mengumpul dan semakin membesar, kemudian jatuh menjadi rintik-rintik hujan.Hanya saja, BPPT mengalami kesulitan menggarap awan kumulunimbus dengan metode konvensional. Lantaran pesawat terbang milik BPPT yang mengangkut berton-ton garam tidak bisa menjangkau ketinggian lebih dari 10.000 kaki. Sehingga mendung besar itu tidak bisa dimanfaatkan secara optimal. Dengan metode flare, awan besar itu bisa digarap. Sebab pesawat BPPT dengan membawa peralatan flare masih sanggup terbang hingga 20.000 kaki.Metode flare pada prinsipnya adalah teknologi modifikasi cuaca dengan meniru proses terjadinya hujan dalam awan. Yaitu dengan memproduksi partikel sebagai inti kondensasi. Partikel-partikel ini akan mengumpulkan uap air dari awan hingga dapat mempercepat turunnya hujan
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar