by Yusuf Mansur Network
Jupitter News _ Banyak orang mengaku mengenal Allåh, tapi mereka tidak cinta kepada
Allåh. Buktinya, mereka banyak melanggar perintah dan larangan Allåh.
Sebabnya, ternyata mereka tidak mengenal Allåh dengan sebenarnya.
Sekilas, membahas persoalan bagaimana mengenal Allåh bukan sesuatu
yang asing. Bahkan mungkin ada yang mengatakan untuk apa hal yang
demikian itu dibahas? Bukankah kita semua telah mengetahui dan mengenal
pencipta kita? Bukankah kita telah mengakui itu semua?
Kalau mengenal Allåh sebatas di masjid, di majelis dzikir, atau di
majelis ilmu atau mengenal-Nya ketika tersandung batu, ketika mendengar
kematian, atau ketika mendapatkan musibah dan mendapatkan kesenangan,
barangkali akan terlontar pertanyaan demikian.
Yang dimaksud dalam pembahasan ini yaitu mengenal Allåh yang akan
membuahkan rasa takut kepada-Nya, tawakal, berharap, menggantungkan
diri, dan ketundukan hanya kepada-Nya, sehingga kita bisa mewujudkan
segala bentuk ketaatan dan menjauhi segala apa yang dilarang oleh-Nya.
Yang akan menenteramkan hati ketika orang-orang mengalami gundah-gulana
dalam hidup, mendapatkan rasa aman ketika orang-orang dirundung rasa
takut dan akan berani menghadapi segala macam problema hidup.
Faktanya, berapa banyak yang mengaku mengenal Allåh tetapi mereka
selalu bermaksiat kepada-Nya siang dan malam?! Lalu apa manfaat kita
mengenal Allåh kalau keadaannya demikian? Dan apa artinya kita mengenal
Allåh sementara kita melanggar perintah dan larangan-Nya
Mengenal Rububiyah Allåh
Rububiyah Allåh adalah mengesakan Allåh dalam tiga perkara yaitu
penciptaan-Nya, kekuasaan-Nya, dan pengaturan-Nya. (Lihat Syarah Aqidah
Al Wasithiyyah Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin hal 14)
Maknanya, menyakini bahwa Allåh adalah Dzat yang menciptakan,
menghidupkan, mematikan, memberi rizki, mendatangkan segala mamfaat dan
menolak segala mudharat. Dzat yang mengawasi, mengatur, penguasa,
pemilik hukum dan selainnya dari segala sesuatu yang menunjukkan
kekuasaan tunggal bagi Allåh.
Dari sini, seorang mukmin harus meyakini bahwa tidak ada seorangpun
yang menandingi Allåh dalam hal ini. Allåh mengatakan: “’Katakanlah!’
Dialah Allåh yang Maha Esa. Allåh adalah Tuhan yang bergantung
kepada-Nya sgala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dan
tidak ada seorangpun yang setara dengan-Nya.” (QS. Al Ikhlash: 1-4)
Maka ketika seseorang meyakini bahwa selain Allåh ada yang memiliki
kemampuan untuk melakukan seperti di atas, berarti orang tersebut telah
mendzalimi dirinya, karena telah menyekutukan-Nya dengan selain-Nya
(yang menyebabkan dirinya binasa, dosanya tidak terampunkan (jika ia
mati dalam keadaan tidak bertaubat), dan ia berada kekal didalam
neraka, selama-lamanya, wal iyya ‘udzubillah)
Dalam masalah rububiyah Allåh sebagian orang kafir jahiliyah tidak
mengingkarinya sedikitpun dan mereka meyakini bahwa yang mampu
melakukan demikian hanyalah Allåh semata. Mereka tidak menyakini bahwa
apa yang selama ini mereka sembah dan agungkan mampu melakukan hal yang
demikian itu.
Lalu apa tujuan mereka menyembah Tuhan yang banyak itu? Apakah
mereka tidak mengetahui jikalau ‘tuhan-tuhan’ mereka itu tidak bisa
berbuat apa-apa? Dan apa yang mereka inginkan dari sesembahan itu?
Pertama, Allåh telah menceritakan di dalam Al Qur’an bahwa mereka
memiliki dua tujuan. Pertama, mendekatkan diri mereka kepada Allåh
dengan sedekat-dekatnya sebagaimana firman Allåh, yang artinya:
“Dan orang-orang yang menjadikan selain Allåh sebagai penolong
(mereka mengatakan): ‘Kami tidak menyembah mereka melainkan agar mereka
mendekatkan kami di sisi Allåh dengan sedekat-dekatnya’.” (Az Zumar: 3 )
Kedua, agar mereka (sesembahan yang disembah musyrikin tersebut) memberikan syafa’at (pembelaan ) di sisi Allåh.
Allåh berfirman, yang artinya:
“Dan mereka menyembah selain Allåh dari apa-apa yang tidak bisa
memberikan mudharat dan manfaat bagi mereka dan mereka berkata: ‘Mereka
(sesembahan itu) adalah yang memberi syafa’at kami di sisi Allåh’.”
(QS. Yunus: 18, Lihat kitab Kasyfusy Syubuhat karya Syaikh Muhammad bin
Abdul Wahab)
Keyakinan sebagian orang kafir terhadap tauhid rububiyah Allåh telah dijelaskan Allåh dalam beberapa firman-Nya, yang artinya:
“Kalau kamu bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan mereka? Mereka akan menjawab Allåh.” (QS. Az Zukhruf: 87)
“Dan kalau kamu bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan
langit dan bumi dan yang menundukkan matahari dan bulan? Mereka akan
mengatakan Allåh.” (QS. Al Ankabut: 61)
“Dan kalau kamu bertanya kepada mereka siapakah yang menurunkan air
dari langit lalu menghidupkan bumi setelah matinya? Mereka akan
menjawab Allåh.” (QS. Al Ankabut: 63)
Demikianlah Allåh menjelaskan tentang keyakinan mereka terhadap
tauhid Rububiyah Allåh. Keyakinan mereka yang demikian itu tidak
menyebabkan mereka masuk ke dalam Islam dan menyebabkan halalnya darah
dan harta mereka sehingga Råsulullåh mengumumkan peperangan melawan
mereka.
Makanya, jika kita melihat kenyataan yang terjadi di tengah-tengah
kaum muslimin, kita sadari betapa besar kerusakan akidah yang melanda
saudara-saudara kita. Banyak yang masih menyakini bahwa selain Allåh,
ada yang mampu menolak mudharat dan mendatangkan mamfa’at, meluluskan
dalam ujian, memberikan keberhasilan dalam usaha, dan menyembuhkan
penyakit. Sehingga, mereka harus berbondong-bondong meminta-minta di
kuburan orang-orang shalih, atau kuburan para wali, atau di
tempat-tempat keramat.
Mereka harus pula mendatangi para dukun, tukang ramal, dan tukang
tenung atau dengan istilah sekarang paranormal. Semua perbuatan dan
keyakinan ini, merupakan keyakinan yang rusak dan bentuk kesyirikan
kepada Allåh.
Ringkasnya, tidak ada yang bisa memberi rizki, menyembuhkan segala
macam penyakit, menolak segala macam marabahaya, memberikan segala
macam manfaat, membahagiakan, menyengsarakan, menjadikan seseorang
miskin dan kaya, yang menghidupkan, yang mematikan, yang meluluskan
seseorang dari segala macam ujian, yang menaikkan dan menurunkan
pangkat dan jabatan seseorang, kecuali Allåh. Semuanya ini menuntut
kita agar hanya meminta kepada Allåh semata dan tidak kepada selain-Nya.
Mengenal Uluhiyah Allåh
Uluhiyah Allåh adalah mengesakan segala bentuk peribadatan bagi
Allåh, seperti berdo’a, meminta, tawakal, takut, berharap, menyembelih,
bernadzar, cinta, dan selainnya dari jenis-jenis ibadah yang telah
diajarkan Allåh dan Råsulullåh ShallAllåhu ‘Alaihi Wasallam.
Memperuntukkan satu jenis ibadah kepada selain Allåh termasuk
perbuatan dzalim yang besar di sisi-Nya yang sering diistilahkan dengan
syirik kepada Allåh.
Allåh berfirman di dalam Al Qur’an, yang artinya:
“Hanya kepada-Mu ya Allåh kami menyembah dan hanya kepada-Mu ya Allåh kami meminta.” (QS. Al Fatihah: 5)
Råsulullåh Shallallåhu ‘Alaihi Wasallam telah membimbing Ibnu Abbas
radhiAllåhu ‘anhu dengan sabda beliau, yang artinya: “Dan apabila kamu
minta maka mintalah kepada Allåh dan apabila kamu minta tolong maka
minta tolonglah kepada Allåh.” (HR. Tirmidzi)
Allåh berfirman, yang artinya:
“Dan sembahlah Allåh dan jangan kalian menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun” (QS. An Nisa: 36)
Allåh berfirman, yang artinya:
“Hai sekalian manusia sembahlah Råbb kalian yang telah menciptakan
kalian dan orang-orang sebelum kalian, agar kalian menjadi orang-orang
yang bertaqwa.” (QS. Al Baqarah: 21)
Dengan ayat-ayat dan hadits di atas, Allåh dan Rasul-Nya telah jelas
mengingatkan tentang tidak bolehnya seseorang untuk memberikan
peribadatan sedikitpun kepada selain Allåh karena semuanya itu hanyalah
milik Allåh semata.
Råsulullåh Shallallåhu ‘Alaihi Wasallam bersabda, yang artinya:
“Allåh berfirman kepada ahli neraka yang paling ringan adzabnya,
(yang artinya) ‘Kalau seandainya kamu memiliki dunia dan apa yang ada
di dalamnya dan sepertinya lagi, apakah kamu akan menebus dirimu? Dia
menjawab ‘ya’. Allåh berfirman (yang artinya): ‘Sungguh Aku telah
menginginkan darimu lebih rendah dari ini dan ketika kamu berada di
tulang rusuknya Adam tetapi kamu enggan kecuali terus menyekutukan-Ku.”
( HR. Muslim dari Anas bin Malik RadhiAllåhu ‘Anhu )
Råsulullåh Shallallåhu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Allåh berfirman
dalam hadits qudsi (yang artinya): “Aku tidak butuh kepada
sekutu-sekutu, maka barang siapa yang melakukan satu amalan dan dia
menyekutukan Aku dengan selain-Ku maka Aku akan membiarkannya dan
sekutunya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah RadhiAllåhu ‘Anhu )
Contoh konkrit penyimpangan uluhiyah Allåh di antaranya ketika
seseorang mengalami musibah di mana ia berharap bisa terlepas dari
musibah tersebut. Lalu orang tersebut datang ke makam seorang wali,
atau kepada seorang dukun, atau ke tempat keramat atau ke tempat
lainnya. Ia meminta di tempat itu agar penghuni tempat tersebut atau
sang dukun, bisa melepaskannya dari musibah yang menimpanya. Ia begitu
berharap dan takut jika tidak terpenuhi keinginannya. Ia pun
mempersembahkan sesembelihan bahkan bernadzar, berjanji akan beri’tikaf
di tempat tersebut jika terlepas dari musibah seperti keluar dari
lilitan hutang.
Ibnul Qoyyim mengatakan: “Kesyirikan adalah penghancur tauhid
rububiyah dan pelecehan terhadap tauhid uluhiyyah, dan berburuk sangka
terhadap Allåh.”
Ketika Nabi shollallahu ’alaih wa sallam dan para sahabat berda’wah
di Mekkah sebelum hijrah ke Madinah, mereka memfokuskan da’wah Islam
kepada urusan membangun fondasi kokoh berupa aqidah yang bersumber dari
kalimat La ilaha ill-Allah.
Mereka tidak bergesar dari tema fundamental ini karena mereka
menyadari bahwa untuk mengubah masyarakat jahiliyyah tidak mungkin
dilakukan kecuali dengan membongkar dari fondasinya yang mendasari
seluruh kehidupannya kepada jalan mana yang ia tempuh, dalam semua lini
kehidupan. Sehingga percuma saja dilakukan upaya perbaikan bila
dilakukan dengan semangat dan metode tambal-sulam. Diperlukan suatu
langkah perombakan mendasar sebelum dilakukan upaya perbaikan pada
dimensi kehidupan yang luas.
Oleh karena itu Nabi shollallahu ’alaih wa sallam dengan tekun dan
sabar menyerukan da’wah yang menitikberatkan pada pelurusan
kepercayaan, ideologi dan konsepsi. Sebagaimana para Nabi dan Rasul
lainnya beliau menyerukan pesan universal dan abadi yaitu:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat
(untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”.
(QS An-Nahl ayat 36)
Tidak ada seorang Nabi maupun Rasul kecuali mengajak umatnya
masing-masing untuk memerdekakan diri dari penghambaan manusia kepada
sesama manusia (yaitu Thaghut) untuk hanya menghambakan diri kepada
Allah semata. Sembahlah Allah semata dan jauhilah Thaghut…!
Dan sepanjang sejarah bilamana wujud suatu masyarakat jahiliyyah
niscaya suburlah kehadiran aneka thaghut di dalam masyarakat tersebut.
Sebaliknya bilamana berdiri suatu masyarakat berlandaskan kepercayaan,
jalan hidup dan konsepsi aqidah Tauhid La ilaha ill-Allah, maka
bersihlah masyarakat itu dari eksistensi thaghut. Seluruh masyarakat
menyembah dan mengesakan Allah secara komprehensif, baik dalam aspek
ibadah dan kehidupan lainnya. Berjalanlah masyarakat tersebut sarat
dengan perlombaan dalam kebaikan menjunjung tinggi nilai-nilai dan
hukum Rabbani. Tidak ada yang dipatuhi dan diberikan loyalitas pada
prioritas pertama dan utama selain Allah Subhaanahu wa Ta’aala.
عَنْ خَبَّابِ بْنِ الْأَرَتِّ قَالَ شَكَوْنَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ مُتَوَسِّدٌ بُرْدَةً لَهُ فِي
ظِلِّ الْكَعْبَةِ قُلْنَا لَهُ أَلَا تَسْتَنْصِرُ لَنَا أَلَا تَدْعُو
اللَّهَ لَنَا قَالَ كَانَ الرَّجُلُ فِيمَنْ قَبْلَكُمْ يُحْفَرُ لَهُ
فِي الْأَرْضِ فَيُجْعَلُ فِيهِ فَيُجَاءُ بِالْمِنْشَارِ فَيُوضَعُ عَلَى
رَأْسِهِ فَيُشَقُّ بِاثْنَتَيْنِ وَمَا يَصُدُّهُ ذَلِكَ عَنْ دِينِهِ
وَيُمْشَطُ بِأَمْشَاطِ الْحَدِيدِ مَا دُونَ لَحْمِهِ مِنْ عَظْمٍ أَوْ
عَصَبٍ وَمَا يَصُدُّهُ ذَلِكَ عَنْ دِينِهِ وَاللَّهِ لَيُتِمَّنَّ هَذَا
الْأَمْرَ حَتَّى يَسِيرَ الرَّاكِبُ مِنْ صَنْعَاءَ إِلَى حَضْرَمَوْتَ
لَا يَخَافُ إِلَّا اللَّهَ أَوْ الذِّئْبَ عَلَى غَنَمِهِ وَلَكِنَّكُمْ
تَسْتَعْجِلُونَ
Dari Khabab bin Al-Arat ia berkata: ”Kami mengeluh di hadapan
Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam saat beliau sedang bersandar di
Ka’bah. Kami berkata kepadanya: ”Apakah engkau tidak memohonkan
pertolongan bagi kami? Tidakkah engkau berdoa kepada Allah untuk kami?”
Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam kemudian bersabda: ”Dahulu
seorang lelaki ditanam badannya ke dalam bumi lalu gergaji diletakkan
di atas kepalanya dan kepalanya dibelah menjadi dua namun hal itu tidak
menghalanginya dari agamanya. Dan disisir dengan sisir besi sehingga
terkelupaslah daging dan kulitnya sehingga tampaklah tulangnya namun
hal itu tidak menghalanginya dari agamanya. Demi Allah, urusan ini akan
disempurnakanNya sehingga seorang penunggang kuda akan berkelana dari
San’aa ke Hadramaut tidak takut apapun selain Allah atau srigala
menerkam dombanya, akan tetapi kalian tergesa-gesa!” (HR Bukhary 3343)
keluhan Khabab telah dibalas dengan jawaban tegas Nabi shollallahu
’alaih wa sallam. Nabi shollallahu ’alaih wa sallam mengingatkan Khabab
akan tabiat jalan da’wah yang telah ditempuh orang-orang beriman
sepanjang masa. Ini bukanlah jalan melewati taman-taman bunga. Ini
bukan jalan bagi mereka yang menyengaja merekayasa jalan da’wah agar
menghasilkan berbagai kemudahan dan kesenangan duniawi. Ini bukan jalan
bagi mereka yang ingin segera memperoleh kemenangan da’wah dengan
meninggalkan seruan asli da’wah Islam yaitu proklamasi umum pembebasan
manusia dari penghambaan kepada sesama manusia menjadi penghambaan
manusia kepada Allah semata. Ini bukan jalan bagi mereka yang demi
kekuasaan rela mengaburkan seruan La Ilaha ill-Allah menjadi seruan
selain Islam.
Sumber : http://ekosubagiyo.wordpress.com/2011/05/11/mengenal-allah-swt-bahasan-aqidah/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar